Jumat, 15 Januari 2016

Tugas Sosum Sistem Status dan Pelapisan Masyarakat Sistem Status yang Berubah dan Situs Sosial Dua Komunitas Desa di Sulawesi Selatan



MK Sosiologi Umum (KPM 130)                                Rabu, 19 November 2014
Praktikum ke-10                                                          RK CCR 2.16/ Q09.2

Nama/ NIM
Widia Sereniti/ G64140051
Bacaan 10
SISTEM STATUS DAN PELAPISAN MASYARAKAT SISTEM STATUS YANG BERUBAH
Runtuhnya Sistem Status Kolonial dalam Abad Kedua Puluh
Oleh: W.F Wetheim
Bacaan 11
SITUASI SOSIAL DUA KOMUNITAS DESA DI SULAWESI SELATAN
Oleh: Mochtar Buchori dan Wiladi Budiharga


RESUME I:
            Sekitar 1990 tahun, Belanda berhasil menengakkan kekuasaan di seluruh kepulauan Indonesia dengan kolonial menurut garis ras. Kemudian pada abad XX terjadi perkembangan dinamis yang meningkatkan mobilitas sosial. Di pulau seberang, terutama uang yang melakukan pendobrak terhadap sistem asli yang lama. Para pedagang kota di Indonesialah yang melakukan pemberontakan menentang tradisi dan kekuasaan suku. Kemakmuran yang dicapai oleh banyak petani dan pedagang telah menyebabkan mereka berjuang untuk memperoleh suatu prestise sosial yang sama dengan yang dimiliki ketua-ketua adat.
Pendidikan merupakan pengaruh dinamis di pulau Jawa dan luar Jawa. Sejak tahun 1900, perbedaan profesi di Jawa semakin meningkat. Bertambah luasnya ekonomi uang dan meningkatnya hubungan dengan Barat telah menyebabkan timbulnya lapangan pekerjaan baru, seperti montir, sopir, masinis, dan mandor, sehingga timbullah suatu kelompok baru yang naik sampai ke suatu tingkat di atas masyarakat pada umumnya karena kemampuan teknis mereka. Adanya pendidikan telah mendobrak struktur masyarakat pertanian. Orang-orang yang umumnya mendapat pendidikan pertanian atau pendidikan teknis cenderung untuk mencari pekerjaan di kota-kota. Terdapat suatu kelas cendekiawan atau setengah cendekiawan Indonesia mendobrak susunan kemasyarakatan Jawa tradisional dan lapisan sosial kolonial abad XIX yang berdasarkan perbedaan ras. Pendidikan Barat menyebabkan orang-orang Indonesia bisa mendapatkan jabatan tinggi yang merupakan hak istimewa bagi orang Eropa sehingga dasar sistem status kolonial secara berangsur-angsur rubuh. Pendidikan telah bertindak sebagai dinamit terhadap sistem kasta kolonial.
            Tahun 1920, golongan Indo bergabung dalam Persatuan Indo Eropa untuk mempertahankan hak-hak istimewa kemasyarakatan yang telah mereka peroleh sendiri. Hal ini dikarenakan persaingan yang semakin hebat dalam suatu masyarakat telah menyebabkan para anggota kaum borjuis mempersatukan barisan untuk mencapai solidaritas kelompok. Mereka membangun suatu perasaan lebih tinggi yang dibuat-buat dalam menghadapi kaum bumiputera yang berjuang untuk menciptakan jarak yang lebih besar dan menekankan watak ke-Eropaan mereka. Di sisilain, di kalangan orang-orang Indonesia terdapat kecenderungan yang lebih besar untuk mengadakan persatuan yang disertai dengan kesadaran kebangsaan yang semakin meningkat dan rasa hormat yang semakin berkurang terhadap bangsa Belanda sebagai suatu faktor sosial. Lama kelamaan, terbentuk suatu kecenderungan yang kuat kearah suatu sistem nilai yang baru berdasarkan kemakmuran individu dan kemampuan intelektual seseorang. Kedudukan istimewa yang diduduki orang Eropa dan Cina menjadi amat kurang stabil, dilihat dari bidang pendidikan serta ekonomi.

RESUME II
Komunitas Maricaya Selatan terdiri dari lima golongan masyarakat yang menempati riga lapisan pokok yaitu golongan pejabat dan kelompok profesional di lapisan atas, golongan alim ulama, golongan pegawai dan golongan pedagang di lapisan menengah, dan golongan buruh di lapisan paling bawah. Dalam masyarakat ini bersifat heterogen dan cukup berlapis-lapis mulai terlihat adanya usaha-usaha untuk menciptakan iklim sosial yang lebih cair. Dilihat dari segi ekonomi dalam masyarakat Maricaya Selatan dibagi menjadi tiga lapisan masyarakat yaitu lapisan ekonomi mampu terdiri dari pejabat penting pemerintah setempat dengan jumlah 10%, lapisan ekonomi menengah yang terdiri dari alim ulama, pegawai, kelompok wirausaha dengan jumlah 60%, lapisan ketiga adalah lapisan ekonomi miskin yang terdiri dari para buruh tani, buruh bangunan,  buruh pabrik dengan jumlah 10%. Dilihat dari latar belakang pendidikan, lapisan atas dari masyarakat Maricaya Selatan ini merupakan kelompok yang homogen. Kebanyakan masyarakat memiliki masalah keterbatasan kemampuann ekonomi tetapi mereka memanfaatkan kesempatan memperoleh pendidikan dengan seoptimal mungkin. Minat baca mereka juga cukup besar.
Dalam masyarakat Polewali terlihat adanya tiga lapisan masyarakat yang tersusun atas lapisan kaya terdiri dari pemangku adat, ulama dan pejabat dari orang-orang Bugis dan Mandar. Golongan kedua adalah golongan ekonomi sedang yang jumlahnya 55% terdiri dari pegawai dan pedagang. Lapisan ini terdiri dari orang Makasar, Bugis, Toraja, Jawa dan Cina. Jadi kelompok ini bersifat heterogen. Dan yang terakhir adalah golongan miskin yang jumlahnya 10% terdiri dari para buruh, yang termasuk golongan ini adalah orang Toraja, Makasar, dan Jawa. Disini kelompok orang Bugis  dan Makasar merupakan kelompok yang paling besar pengaruhnya dalam kehidupan sosial terutama kehidupan adat dan keagamaan juga ekonomi. Dalam masyarakat Polewali pendidikan adalah suatu hal yang mereka junjung tinggi, mereka lebih mengutamakan aspek fungsional daripada aspek simbolisnya. Jadi masyarakat Polewali adalah masyarakat yang lugas mengisi kehidupan mereka sehari-hari dengan berbagai usaha untuk menghadapi dan menyelesaikan yang ada pada lingkungan kita.

ANALISIS:
1.       A. Differensiasi
Bacaan I: Perbedaan suku bangsa, status, kasta, profesi, pendidikan, bakat dan keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing ras, yaitu Eropa, Indonesia dan Cina.
Bacaan II: Perbedaan lapisan atau golongan ekonomi (pendapatan rumah tangga) masyarakat, cara hidup atau gaya hidup masyarakat, perbedaan agama (kepercayaan) masyarakat dan juga perbedaan status sosial (profesi).

B. Inequality
Bacaan I:
a.       Indonesia yang semakin banyak bekerja di bidang perdagangan dibandingkan dengan sebelumnya.
b.      Toko Cina yang memperkerjakan para pegawai Cina.
c.       Orang-orang Indonesia yang mulai diangkat kepada jabatan-jabatan yang tadinya merupakan hak istimewa orang0orang Eropa.
d.      Pedagang-pedagang menengah bumiputera mulai mendepak orang-orang Cina
Bacaan II:
a.       Masyarakat yang tidak mampu membeli koran dan majalah sering meminjam dan turut membaca dari mereka yang mampu membelinya.
b.      Masyarakat turut berkerumun di jalan menikmati acara-acara di keluarga yang memiliki TV.

Sistem stratifikasi
Bacaan I
a.       Ukuran kekayaan: Berdasarkan pendapatan, pendapatan orang Eropa   tertinggi, pendapatan orang Cina ditengah-tengah dan pendapatan orang Indonesia paling rendah.
b.      Ukuran kekuasaan: Orang Eropa menguasai pemerintahan dan orang Cina menguasai perdagangan. Jabatan-jabatan tertinggi yang diisi oleh tenaga-tenaga dari luar.
c.       Ukuran kehormatan: Para pemuka-pemuka tradisional (adat), pemimpin agama, para pemimpin kerohanian baru seperti cendekiawan, guru sekolah dan orang tua yang anaknya memperoleh pendidikan yang tinggi.
d.      Ukuran pengetahuan: Orang-orang yang mendapatkan pendidikan dengan cara barat berkumpul dan mendapat pekerjaan di Jawa, orang yang memiliki keahlian baca tulis dapat menerima pendapatan yang relatif tinggi, orang pribumi yang mahir bahasa Belanda dijadikan tenaga administrasi pemerintah belanda. Kaum cendekiawan yang memperoleh pendidikan merupakan lapisan tertinggi dalam masyarakat.
Bacaan II
a.    Ukuran kekayaan: Adanya lapisan ekonomi mampu (lapisan atas), lapisan ekonomi menengah (lapisan menengah), dan lapisan ekonomi miskin (lapisan bawah).
b.    Ukuran kekuasaan: Masyarakat yang memilki kekayaan cenderung mempunyai kekuasaan yang lebih besar.
c.    Ukuran kehormatan: Orang yang mendapat pendidikan dan gelar lebih di hormati.
d.    Ukuran pengetahuan: Anak-anak yang tidak bersekolah atau tidak tamat SD kemungkinan anak dari lapisan bawah. Anak-anak yang lulus SD dan tidak meneruskan ke SLTP kemungkinan besar anak-anak dari para buruh dan pedagang kecil di lapisan menengah. Sedang anak-anak yang lulus SLTA dan meneruskan ke perguruan tinggi adalah anak-anak dari lapisan atas.

2.      Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial.
Bacaan I
a.       Mobilitas sosial horizontal: Adanya perubahan status orang pribumi dari petani menjadi pedagang. Masukannya sejumlah kecil orang yang bekerja untuk pedagang lain seperti perdagangan, industri dan pengangkutan.
b.      Mobilitas sosial vertical
·         Social climbing:
a.       Para petani yang awalnya miskin baru saja menjadi kaya terhadap struktur tradisional.
b.      Diangkatnya orang-orang Indonesia menjadi pejabat yang tadinya merupakan hak istimewa orang Eropa.
c.       Munculnya lapangan pekerjaan seperti montir, sopir, masinis, dan mandor.
·         Social sinking
a.       Melemahnya jabatan-jabatan golongan Eropa dan menurunnya derajat orang Cina ke tingkat proleter.
b.      Orang–orang cina yang awalnya memonopoli perdangan sekarang terdesak dan tidak menguasai perdagangan lagi.

Bacaan II
a.       Mobilitas sosial horizontal: -
b.      Mobilitas sosial vertical
·         Social climbing: Golongan menengah yang memperoleh pendidikan dan gelar mungkin berubah statunya menjadi golongan atas. Masyarakat Polewali sadar akan pentingnya pendidikan agar mendapatkan tempat terhormat dalam kehidupan mereka di kemudian hari.
·         Social sinking: Golongan mayoritas mencoba menerobos dinding antar golongan sehingga terbentuk pola pergaulan akrab dengan golongan minoritas.

0 komentar:

Posting Komentar