Kamis, 14 Januari 2016

Tugas Sosum Sistem Bagi Hasil Di Jawa Tengah



MK Sosiologi Umum (KPM 130)                                Rabu, 15 Oktober 2014
Praktikum ke-6                                                                        RK CCR 2.16/ Q09.2

Nama/ NIM
Widia Sereniti/ G64140051
Bacaan 7
SISTEM BAGI HASIL DI JAWA TENGAH
Penelitian Hukum Pemilikan Tanah di Sebuah Daerah Pertanian Yang Penduduknya Sangat Padat
Oleh : Warner Roell


ANALISA:
1.      Kelembagaan sosial menurut Uphoff (1992)
a.       Sektor public, karena mencakup semua pemerintahan lokal dan administrasi dengan birokrasi. Contohnya untuk pemerintahan lokal yaitu lurah atau pemimpin-pemimpin desa yang mempunyai tugas untuk memimpin desanya tersebut, sedangkan untuk administrasi lokal yaitu badan statistik dan juga Undang-undang yang mengatur masalah sistem bagi hasil.
b.      Sektor participatory, tidak ada
c.       Sektor private, karena pada sektor ini berupaya untuk mencari keuntungan dalam bidang jasa, perdagangan seperti organisasi pelayanan dan bisnis private. Maka untuk organisasi pelayanan seperti peminjaman kredit dan pemerintahan, yaitu pemilik kredit yang melayani orang-orang yang membutuhkan uang sedangkan pemerintah sediri sebagai organisasi yang memimpin desa dan memiliki hak istimewa. Sedangkan untuk bisnis private adalah kegiatan sewa-menyewa antara pemilik lahan dengan penggarap dan juga antara pemberi kredit dengan orang yang berhutang.

2.      Tingkatan norma
a.       Cara (usage)
Dalam menggarap sawah masih menggunakan alat-alat pertanian yang masih sederhana seperti cangkul, bajak kayu dan lainnya. Bahkan untuk membajak sawah menggunakan hewan yaitu sapi atau kerbau dan umumnya mereka tidak memilikinya. Dan juga kebanyakan penggarap memiliki sebuah pondik sederhana dari bambu dengan pekarangan kecil. Jenis ikatannya lemah karena dapat berubah-ubah.
b.      Kebiasaan (folkways)
Pada sistem bagi hasil terdapat berbagai macam cara pembagian yang lazim digunakan, seperti: sistem maro, sistem mertelu, dan sistem mrapat.  Dan juga di daerah Surakarta dan Yogyakarta terdapat sistem sromo dan mesi, dimana pembayaran tambahan uang oleh penggarap kepada pemilik tanah sebelum memulai penggarapan. Biasanya hukuman yang diperoleh penggarap adalah malu, karena pemilik lahan menjerumuskan penggarap ke hutang dan akan di cela untuk pemilik lahan karena meminta uang kepada penggarap sebelum menggarap. Jenis ikatannya adalah kuat karena sudah diakui dan diterima oleh masyarakat.
c.       Tata kelakuan (mores)
Pemakaian tanah menurut tradisi yaitu kepemilikan tanah feodal kerajaan Surakarta dan Yogyakarta, dimana sistem mensyahkan hak kepamilikan kaum bangsawan di daerah kekuasaannya. Tanah bangsawan diserahkan kepada penduduk untuk di olah. Tetapi penggarap atau penduduk tidak memiliki hak kepemilikan tanah tersebut. Jenis ikatannya adalah kuat karena telah diakui dan telah berjalan sangat lama sehingga menjadi sebuah tata kelakuan.
d.      Adat istiadat (custom)
Pengaruh sistem adat istiadat, terhadap pada sistem bagi hasil yaitu penduduk membayarkan upeti hasil bumi kepada para bangsawan yang meminjamkan tanah kepada mereka. Biasanya hukuman yang dirasakan adalah berdosa karena merugikan pihak lain atau dikeluarkan dari lingkungan masyarakat jika terus menerus merugikan pihak lain. Jenis ikatannya adalah kuat karena berjalan lama dan telah di lakukan banyak pihak.

3.      Kelembagaan sosial yang berfungsi sebagai kontrol sosial yaitu dengan penghapusan situasi buruk sistem bagi hasil di Jawa karena hal ini mengakibatkan ekstensi mayoritas penduduk tidak mencukupi dan juga mengakibatkan kemiskinan terus berlanjut. Kemudian dibentuknya Undang-Undang untuk meningkatkan pendapatan penggarap dan juga perlu dilakukan penyeimbangan dalam sistem bagi hasil karena pemilik lahan biasanya akan meminta penggarap untuk membayar uang tambahan sebelum menggarap, akibatnya penggarap rugi bahkan sering meminjam.

0 komentar:

Posting Komentar